Kita semua bisa selamat, jika saling menasehati satu dan lainnya. Jika ada saudara kita yang berbuat kesalahan, maka kita ingatkan, ini akan membuat kita selamat. Namun jika kita biarkan, malah kita semua akan tenggelam. Bagaikan kapal yang ditumpangi oleh dua kelompok, ada yang di atas dan di bawah. Jika penumpang bagian atas tidak mengingatkan bagian bawah bahwa jangan sampai mengambil air dengan cara membocori kapal, tentu semuanya akan tenggelam. Itulah pentingnya ingkarul mungkar terhadap sesama.
Ada hadits yang disebutkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Riyadhus Sholihin saat membawakan Bab “Memerintahkan pada Kebaikan dan Melarang dari Kemungkaran“. Di antaranya, beliau membawakan hadits dari An Nu’man bin Baysir berikut ini.
Dari An Nu’man bin Basyir rahiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَثَلُ الْقَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالْوَاقِعِ فِيهَا كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا ، فَكَانَ الَّذِينَ فِى أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ الْمَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ فَقَالُوا لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِى نَصِيبِنَا خَرْقًا ، وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا . فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا ، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيعًا
“Perumpamaan orang yang mengingkari kemungkaran dan orang yang terjerumus dalam kemungkaran adalah bagaikan suatu kaum yang berundi dalam sebuah kapal. Nantinya ada sebagian berada di bagian atas dan sebagiannya lagi di bagian bawah kapal tersebut. Yang berada di bagian bawah kala ingin mengambil air, tentu ia harus melewati orang-orang di atasnya. Mereka berkata, “Andaikata kita membuat lubang saja sehingga tidak mengganggu orang yang berada di atas kita.” Seandainya yang berada di bagian atas membiarkan orang-orang bawah menuruti kehendaknya, niscaya semuanya akan binasa. Namun, jika orang bagian atas melarang orang bagian bawah berbuat demikian, niscaya mereka selamat dan selamat pula semua penumpang kapal itu.” (HR. Bukhari no. 2493).
Ibnu Hajar memberikan beberapa faedah terkait hadits di atas:
– Hadits tersebut berisi pelajaran bahwa hukuman bisa jadi menimpa suatu kaum dikarenakan meninggalkan ingkarul mungkar atau merubah kemungkaran.
– Seorang yang berilmu bisa memberikan penjelasan dengan membawakan permisalan.
– Wajib bersabar terhadap kelakuan tetangga jika khawatir tertimpa bahaya yang lebih besar.
– Hendaknya saling mengingatkan jika ada kekeliruan atau bahaya yang diperbuat oleh saudara kita seperti orang yang berada di atas perahu melihat orang bawah ingin melubangi kapal supaya bisa mendapat air. (Lihat Fathul Bari, 5: 296).
Faedah lainnya yang bisa diambil:
1- Meninggalkan kemungkaran tidak cukup pada individu saja, namun masyarakat secara umum.
2- Suatu negeri bisa saja ditimpa kehancuran atau kebinasaan gara-gara kemaksiatan yang dibiarkan begitu saja di tengah-tengah masyarakat tanpa ada yang mengingkari. Kemaksiatan ini bisa jadi syirik, bid’ah atau maksiat.
3- Setiap kemungkaran yang diterjang oleh individu menjadi lubang yang berbahaya yang dapat menenggelamkan seluruh masyarakat.
4- Kebebasan manusia bukanlah mutlak, namun masih terkait atau memperhatikan keadaan orang sekitarnya.
5- Sebagian orang ada yang ingin mendatangkan maslahat, namun dengan cara atau ijtihad yang keliru. Maka wajib bagi yang berilmu mengingkari kekeliruan semacam ini.
6- Bolehnya melakukan undian (tanpa adanya taruhan) dalam masalah memilih tempat, ada yang di atas dan di bawah. Perhatikan artikel Rumaysho.Com: Taruhan dan Judi dalam Lomba.
Demikian faedah dari hadits di atas bermanfaat. Moga kita bisa mengingkari kemungkaran namun dengan tetap memperhatikan kaedah atau aturan dalam ingkarul mungkar.
Baca pula artikel Rumaysho.Com lainnya:
(1) Sikap Ekstrim dalam Menyikapi Kemungkaran
(2) Menjadi Umat Terbaik dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
(3) Berdakwalah Sesuai Kemampuan
Hanya Allah yang memberi taufik dan petunjuk.
Referensi:
Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilali, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1430 H.
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin, Prof. Dr. Musthofa Al Bugho, dkk, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1432 H.
Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah, cetakan keempat, tahun 1432 H.
—
Selesai disusun di kantor Pesantren Darush Sholihin, Panggang-Gunungkidul, malam 24 Dzulqo’dah 1434 H (Mon, 30/09/2013)
Artikel www.rumaysho.com
Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat
Kunjungi tiga web kami lainnya: (1) Pesantren DarushSholihin, (2) Bisnis Pesantren di Ruwaifi.Com, (3) Belajar tentang Plastik
Salurkanlah kurban Anda lewat Pesantren Darush Sholihin untuk fakir miskin Gunungkidul tersisa kurban kambing mulai dari Rp.1,6 juta: Kurban Gunungkidul 1434 H